Cantik, pinter, kaya. Lulusan ITB, Harvard cum laude, jadi pres marketing di BOEING, hidup seperti presiden. Tiba-tiba ia masuk biara! What you say ? Berikut salah satu cerita Elisabeth Sutedja yang pernah dia share
YESUS TERSENYUM PADAKU
Salah satu ujud yg selalu aq sampaikan dalam doa pagi adalah “Tuhan.... berilah aku kesempatan hari ini untuk berbagi kasih dengan sesama....” Tuhan selalu mengabulkan doaku ini. Ada saja yang bisa aku lakukan: membantu menyeberangkan orang tua, mendamaikan anak-anak yang bertengkar, membantu tetangga membereskan kebunnya, menyapa orang-orang yang aku jumpai...... Selain hal-hal yang biasa, Tuhan juga kadangkala memberi aku kesempatan yang luar biasa.....
Minggu, 20 Desember 2010....... Setelah mengikuti misa pagi di Gereja St Anthony, biasanya aku langsung pulang ke rumah, tapi pagi itu aku jalan kaki berputar ambil jalan lain melewati Fenway Park, sebuah taman besar dan indah di pusat kota Boston, dengan tujuan ingin menikmati morning-sandwich di salah satu kios penjual makanan di situ. Saat itu di pertengahan musim dingin (winter). Suhu udara sekitar minus 10 derajat Celsius. Semalam salju turun dengan lebat. Tebal salju di taman sekitar 15 cm.
Sedang aku menikmati sandwich, pandanganku terarah ke sebuah gazebo di tengah taman. Aku lihat seorang wanita tua sedang memandang ke arahku, seolah-olah ingin memanggilku. Aku tanyakan kepada penjual makanan, apakah dia kenal dengan wanita itu. Jawabnya, “No, I’ve never seen her!” Aku beli sepotong sandwich dengan segelas susu panas dan membawanya ke gazebo.
Aku perkirakan wanita itu berusia sekitar 60 tahunan, wajahnya putih penuh dengan kerut dan pakaiannya sangat sederhana.
“Hi.... I’m Elisabeth Sutedja..” sapaku sambil mengulurkan tangan kananku. Dia diam tak menjawab dan tak menerima uluran tanganku. Matanya tajam memandang sandwich dan susu panas yang aku bawa.
“Will you join me?” kataku sambil menyerahkan sandwich dan susu panas kepadanya. Dengan cepat dia mengambilnya dan menyantapnya dengan lahap. Nampaknya dia sudah lapar sekali. Selesai makan, dia mulai memandang dan mengamatiku. Pandangannya terarah kepada Rosario kecil yang aku pakai di pergelangan tangan kiriku.
Minggu, 20 Desember 2010....... Setelah mengikuti misa pagi di Gereja St Anthony, biasanya aku langsung pulang ke rumah, tapi pagi itu aku jalan kaki berputar ambil jalan lain melewati Fenway Park, sebuah taman besar dan indah di pusat kota Boston, dengan tujuan ingin menikmati morning-sandwich di salah satu kios penjual makanan di situ. Saat itu di pertengahan musim dingin (winter). Suhu udara sekitar minus 10 derajat Celsius. Semalam salju turun dengan lebat. Tebal salju di taman sekitar 15 cm.
Sedang aku menikmati sandwich, pandanganku terarah ke sebuah gazebo di tengah taman. Aku lihat seorang wanita tua sedang memandang ke arahku, seolah-olah ingin memanggilku. Aku tanyakan kepada penjual makanan, apakah dia kenal dengan wanita itu. Jawabnya, “No, I’ve never seen her!” Aku beli sepotong sandwich dengan segelas susu panas dan membawanya ke gazebo.
Aku perkirakan wanita itu berusia sekitar 60 tahunan, wajahnya putih penuh dengan kerut dan pakaiannya sangat sederhana.
“Hi.... I’m Elisabeth Sutedja..” sapaku sambil mengulurkan tangan kananku. Dia diam tak menjawab dan tak menerima uluran tanganku. Matanya tajam memandang sandwich dan susu panas yang aku bawa.
“Will you join me?” kataku sambil menyerahkan sandwich dan susu panas kepadanya. Dengan cepat dia mengambilnya dan menyantapnya dengan lahap. Nampaknya dia sudah lapar sekali. Selesai makan, dia mulai memandang dan mengamatiku. Pandangannya terarah kepada Rosario kecil yang aku pakai di pergelangan tangan kiriku.
“Christian?” tanyanya.
“Yes... Catholic...” jawabku.
“Shit!” katanya keras sambil mencibirkan bibirnya.
“Why shit?” tanyaku.
“I don’t believe in God!” jawabnya.
“Why don’t you?” tanyaku lagi.
“There’s no God!” jawabnya tegas.
“There is God!” kataku halus.
“Prove it!” pintanya.
“Shit!” katanya keras sambil mencibirkan bibirnya.
“Why shit?” tanyaku.
“I don’t believe in God!” jawabnya.
“Why don’t you?” tanyaku lagi.
“There’s no God!” jawabnya tegas.
“There is God!” kataku halus.
“Prove it!” pintanya.
Wah..... aku mulai putar otak..... Bagaimana caranya membuktikan Tuhan itu ada. Aku berdoa dalam hati, “Yesus tolong aku...” Dan Yesus menolong!!
Aku perhatikan tangan dan badannya menggigil. Dia pasti sangat kedinginan! Aku lepaskan mantel tebal yang aku pakai.“It’s for you” kataku sambil mengenakan mantel itu pada tubuhnya.
Aku perhatikan tangan dan badannya menggigil. Dia pasti sangat kedinginan! Aku lepaskan mantel tebal yang aku pakai.“It’s for you” kataku sambil mengenakan mantel itu pada tubuhnya.
Dia diam, matanya kini memandangku dengan sayu. Aku lihat air matanya menetes keluar. Aku merasa iba melihatnya. Aku peluk dia. Dia menangis keras.....
“Why are you doing this?” tanyanya sambil menangis.
“Why are you doing this?” tanyanya sambil menangis.
“Jesus is God. He knows you’re freezing. So He asks me to give this coat to you!” jawabku.
“Really?” tanyanya. Matanya yang berlinang air mata memandangku dan kedua tangannya meraba mukaku sambil berkata pelan.... “You’re really an angel! You gave me food when I was hungry.. Then you gave me your coat when I was freezing!”
Aku kaget..... Bagaimana dia dapat mengucapkan kata-kata indah itu?
Sesuatu terjadi pada diriku! Aku merasakan sukacita yang sungguh besar! Aku merasa Yesus tersenyum padaku! Aku berjalan pulang tanpa mengenakan mantel, namun aku tak merasakan dingin samasekali!***
“Really?” tanyanya. Matanya yang berlinang air mata memandangku dan kedua tangannya meraba mukaku sambil berkata pelan.... “You’re really an angel! You gave me food when I was hungry.. Then you gave me your coat when I was freezing!”
Aku kaget..... Bagaimana dia dapat mengucapkan kata-kata indah itu?
Sesuatu terjadi pada diriku! Aku merasakan sukacita yang sungguh besar! Aku merasa Yesus tersenyum padaku! Aku berjalan pulang tanpa mengenakan mantel, namun aku tak merasakan dingin samasekali!***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar