Rabu, 04 Maret 2020

Sharing Petemuan KDM-14:
Menyerahkan Diri Seutuhnya Ke Dalam Tangan Tuhan

Menyerahkan diri kepada Kehendak Allah adalah tema yang diangkat dalam pertemuan doa KDM di Novisiat OMI Joseph Gerard Blotan, Yogyakarta, Rabu (04-03).  Tema tersebut sesuai dengan perikop Kitab Suci (1 Petrus 5: 6-11)  dan teks Oblat (Surat kepada Pastor Templar, 20 Januari 1826) yang dibacakan sebagai pokok renungan dalam pertemuan tersebut.
     Terkait hal tersebut, ada tiga orang yang bersedia men-sharing-kan refleksi pribadi atas pengalaman kehidupan yang sesuai tema itu.  Ketiganya adalah:   Rm. Iganitius Yulianto OMI,  Bapak V Jaya Supena, Bapak Wellem Dotulong.  Berikut  ini ringkasan sharing masing-masing.

Tanda melalui hal-hal kecil
     Rm Yuli mengungkapkan bahwa ia tak mungkin bisa bertahan kalau bukan karena campur tangan Tuhan. Peristiwa terdeteksinya gejala kanker untuk kedua kali tahun 1998 setelah didiagnosis pertama kali tahun 1992, membuatnya terguncang. Namun ia sadar, apa pun yang terjadi, ia harus menyerahkan diri seutuhnya ke dalam tangan Tuhan. 
     Meski galau, ia sadar, kanker harus ditangani secepatnya. Makin cepat makan baik. Muncul persoalan, waktu itu dokter yang biasa menanganinya sedang cuti. Jadi diganti oleh dokter lain.
    Saat benjolan dibiopsi, hasil analisis menyatakan ternyata kondisinya sudah tahap Stadium II.  Muncul lagi persoalan, sebab obat yang diperlukan sulit didapat.  Selain itu ia merasa kalau harus menjalani kemoterapi sampai delapan kali, ia merasa pasti tak mampu. Tiga kali saja ia jalani sudah tak kuat.
    Ia bak disodorkan buah simalakama.  Bila kemoterapi dilanjutkan, fisiknya takkan kuat dan kemungkinan ajalnya tiba.  Namun jika tidak dilanjutkan, hasilnya juga berujung ke kematian.
    Ia menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam tangan Tuhan. Ia ingat Kitab Kejadian 11: 25:  Bagaimana sesuatu dapat bertahan, jika tidak Kaukehendaki, atau bagaimana dapat tetap terpelihara, kalau tidak Kaupanggil? 
     Dan Tuhan menjawab lewat hal-hal kecil, semisal kalau saya makan ini kata orang akibatnya begini.  Ternyata yang dikatakan orang itu tidak terjadi.  Di Australia pun, saat menjalani pengobatan dengan transpalasi sumsum tulang, ia mengalami campur tangan Tuhan lewat hal-hal kecil. Sendirian di negeri orang, tak ada keluarga, tak ada yang dikenal, tiba-tiba saja ada umat, orang Indonesia, yang pernah bertemu dengannya, datang berkunjung, Mereka menyapa, memberi dukungan, dan berdoa untuknya.
     Begitulah, lewat hal-hal kecil semacam itu ia mengalami Tuhan memberi tanda bahwa Tuhan masih menghendaki dirinya terus melayani.  Sampai sekarang, Tuhan terus campur tangan dalam hidupnya, sudah hampir 20 tahun sejak pertama kali didiagnosis terserang kanker.

Pak Jaya.
      Secara resmi, Pak Jaya pensiun 1 Maret 2020. Setahun sebelum pensiun, ia sudah merencanakan matang, pindah ke luar kota dan bekerja di sana.  Itu sebabnya ia menolak berbagai jabatan di paroki maupun di lingkungan.
     Akan tetapi Tuhan punya kehendak lain. Ibunya, yang sebelumnya dirawat di rumah salah satu  putra beliau di Salatiga,  kena herpes. Lalu keluarga memutuskan, 29 Desember 2019, ibunya yang berusia 75 tahun itu dibawa ke  ke rumah Pak Jaya dengan tujuan dirawat di sana.
     Saat diobati, ternyata salah obat. Ibunya tak berdaya, stres.  Tak bisa berbuat apa-apa, tak bisa pula membedakan antara hal yang satu dengan hal lain.
     Sebulan kemudian, setelah kondisi ibumya membaik, keluarga bersepakat agar dibawa ke Solo, dirawat di rumah anaknya yang lain. 
     Kejadian itu menyadarkan Pak Jaya, bahwa hal semacam itu mungkin akan terulang lagi. Boleh jadi  sebentar lagi ibunya akan meminta kembali ke Salatiga,  lalu ke Yogya, lalu ke Solo.
     Bagi Pak Joyo, itu semua memberi pertanda bahwa apa yang direncanakannya dengan matang bakal bekerja di luar kota sejak tahun lalu, berbeda dengan kehendak Tuhan.  Ia tidak mungkin pindah ke kota lain apabila ibunya tiba-tiba ingin tinggal di rumahnya di Yogyakarta.
     Merefleksikan hal itu, Pak Jaya menyadari bahwa ia harus menyerahkan diri dan kehidupannya seutuhnya ke dalam tangan Tuhan.

3) Pak Wellem:
      Hari Senin (24-02) sebelum Rabu Abu, Pak Wellem berangkat naik motor ke Tawangmangu. Ia ingin merayakan Rabu Abu bersama istri yang bekerja di tempat retret milik kongregasi  suster. Istrinya sebetulnya sudah mengatakan bahwa Rabu Abu dirayakan hanya dengan ibadat, bukan misa. Pak Wellem mengatakan tidak soal, yang penting intensinya.
     Pak Wellem tiba di Tawangmangu dengan selamat dan tanpa kena hujan.  Padahal di belakangnya hujan, begitu pula di depannya.  Seolah hujan berhenti ketika ia lewat.
     Pagi-pagi, sekitar setengah lima, terjadilah hal yang tak terduga.  Saat menuruni tangga, istrinya terjatuh dan kakinya terkilir. Tak ada yang tahu saat itu. Beberapa saat Bu Vony (isteri Pak Wellem) tergeletak kesakitan sambil menangis, tanpa bisa melakukan apa pun. Orang-orang di tempat retret itu tidak ada yang tahu, kebanyakan masih tidur, termasuk Pak Wellem.
    Untunglah beberapa saat kemudian Satpam menemukan Bu Vony yang sedang kesakitan itu.  Pertolongan segera diberikan, dan Bu Vony dibawa ke rumah sakit terdekat.
     Setelah di rontgen,  dokter mengatakan bahwa kaki Bu Vony harus dioperasi. Sebelum memberi persetujuan, Pak Wellem langsung menelepon temannya seorang dokter di Makassar dan menceritakan kondisi Bu Vony.  Temannya itu langsung mengatakan tak usah dioperasi.  Kaki Bu Vony bisa sembuh tanpa operasi.
     Perkataan temannya itu dituruti Pak Wellem.  Bu Vony dirawat tanpa operasi, dan sekarang kondisinya semakin baik.  Setiap hari ia meminum obat-obatan dari seorang shinshe.
     Pengalaman itu direfleksikan Pak Wellem sebagai campur tangan Tuhan yang sungguh luar biasa.  Pak Wellem merasakan betul betapa kuatnya doa yang dipanjatkan penuh ketulusan.  Sejak Bu Vony kecelakaan, Pak Wellem tak henti-hentinya berdoa siang malam kepada Tuhan dan menyerahkan diri isteri dan diri keluarganya seutuhnya ke dalam tangan Tuhan. Dan jawaban atas doa  yang dipanjatkan dengan tulus serta penuh berserah diri, Tuhan memberi pertolongan ajaib.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar