Demikian disampaikan Rm. Wahyu OMI yang tampil berbicara tentang panggilan kepada peserta usai makan siang hari kedua, dalam acara bertema Panggilan. Acara ini berlangsung hingga pkl. 15.00.
Menurut Rm Wahyu, sangatlah penting bagi keberlangsungan kehidupan Gereja dan umat agar anak muda mau menjawab panggilan menjadi rohaniawan, entah sebagai romo, bruder, atau suster.
Sekarang ini, jumlah umat banyak, sedang jumlah romo sangat sedikit, Lalu dicontohkan, Rm. Jacques OMI sudah berusia 78 tahun, harus melayani sendiri umat berjumlah 20 ribu di 80 stasi. Beliau harus keliling naik sepeda motor dan sering terjebak di jalan berlumpur. Di Penajam, hanya Rm Yoyon yang melayani umat. Bagusnya, dari Penajam kini ada enam pemuda masuk yuniorat di Cilacap, sekolah seminari OMI.
Rm. Wahyu lalu sharing pengalamannya sendiri saat diutus ke Kalimantan Barat sewaktu masih novis. Ia takut malaria. Ternyata ia memang sakit di Sepauk dan karena itu ingin pulang karena merasa tidak cocok jadi misionaris. Kalaupun jadi imam jika diijinkan memilih melayani di Jawa saja. Rm. Wahyu menangis mengingat saat kunjungan ke stasi-stasi, betapa umat sangat baik dan bersukacita menyambut kehadirannya, walau masih novis. Itu karena mereka sangat merindukan pendampingan atau penggembalaan para imam. Mereka begitu antusias bertanya soal Gereja dan iman. Ingatan itu menyebabkan Rm. Wahyu merasa egois, sebab hanya memikirkan diri sendiri. Padahal ia menginginkan hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Ingatan itu mengukuhkan Rm Wahyu untuk menjawab panggilan menjadi misionaris.
Kaum muda peserta Teramo 2019 diharapkan mau menjawab panggilan Tuhan demi umat yang haus akan pelayanan para rohaniawan. Sejak lama pemerintah RI tidak lagi mengijinkan misionaris asing bekerja di dalam negeri. Mengingat kebutuhan imam sangat banyak, maka imam harus dari dalam negeri. Imam yang sudah lanjut usia mau tak mau harus diganti, dan pengganti mereka harus berasal dari kaum muda sendiri.
Usai sesi panggilan sekitar pkl. 15.00, peserta menempuh perjalanan menuju Stasi ITCI, Stasi Sotek, dan Balikpapan. Di tempat itu mereka akan ditentukan tinggal bersama keluarga umat setempat.
Jiwa Melayani
Malam hari, peserta akan berkumpul kembali di Aula Ave Maria mengikuti sesi bertajuk Jiwa Melayani, dengan Rm. Toro dan Bu Vony Welem dari PPdM Yogyakarta sebagai narasumber.
Pada kesempatan itu Rm Toro mengemukakan, jiwa pelayanan akan tumbuh sebagai rasa syukur yang terwujud dalam keinginan untuk berbagi. Bentuk pelayanan bisa bermacam-macam. Tapi acuannya adalah perkataan Yesus: Jika kamu hendak jadi besar jadilah yang terkecil. Pelayanan tak hanya di dalam gereja atau di kalangan sendiri. Bisa di lain agama, di lain profesi, yang penting bisa bersama-sama bekerja untuk kemanusiaan.
Sedang Bu Vonny menekankan, melayani bukan karena punya banyak waktu atau banyak uang, tapi kesadaran untuk peduli pada sesama yang tak terlayani. Seperti motto OMI, sebagai pendamping PPdM, Bu Vonny selalu menyemangati kaum muda untuk terlibat dalam berbagai aksi karitatif seperti yang dilakukan PPdM: berbaur dengan para pemulung sampah membantu memilah sampah, menjual barang bekas, berbagi kasih ke panti asuhan, dll ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar